Page 1 - MASJID BANDAR LAMPUNG
P. 1

Masjid jaMi’ al- anwar, Bandar laMpung












                                                                                                                                                                                   asjid Jami’ Al-Anwar berlokasi di Jalan Laksamana                                                                                                                 Sementara di sebelah utara berdiri menara yang besar dan t nggi



                                                                                                                                                                                   Malahayat  No 100, Kelurahan PeSAWahan, Teluk Betung                                                                                                         berwarna hijau tua, Kira-kira lima meter dari pintu gerbang terdapat


                                                                                                                                                           MSelatan (TBS), Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung,                                                                                                                               t ang bendera yang diapit dua buah meriam peninggalan Belanda



                                                                                                                                                             dibangun pada tahun 1839 Masehi. Pada awalnya masjid ini sebuah                                                                                                                    buatan tahun 1811 dengan tulisan JSS dibagian atasnya. Menurut


                                                                                                                                                             musala yang diberi nama Musala Angke. Menurut catatan sejarah,                                                                                                                     catatan sejarah meriam ini pemberian Belanda dan dibunyikan saat



                                                                                                                                                             Masjid Jami’ al-Anwar di bangun oleh Muhammad Saleh bin                                                                                                                            t ba waktu shalat dan berbuka puasa.


                                                                                                                                                             Karaeng, seorang ulama dan pejuang dari Kesultanan Bone, Sulawesi                                                                                                                       Masjid Jami’ Al Anwar dihiasi dengan ornamen-ornamen khas



                                                                                                                                                             Selatan. Selain Muhammad Saleh, tokoh-tokoh lainnya yang                                                                                                                           Lampung, sebagaimana terlihat pada relief-relief bangunan masjid,


                                                                                                                                                             terlibat dalam pembangunan surau tersebut di antaranya adalah                                                                                                                      sedangkan arsitektur bangunan beserta kubahnya menyerupai



                                                                                                                                                             Daeng Sawijaya, Tumenggung Muhammad Ali dan Penghulu Besar                                                                                                                         rumah adat Lampung atau yang biasa disebut Nuwo Sesat.


                                                                                                                                                             Muhammad Said. Dalam perkembangannya, surau ini kemudian

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Masjid ini telah beberapa kali direnovasi. Setelah Indonesia
                                                                                                                                                             menjadi pusat ibadah dan pembinaan keagamaan para nelayan,
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                merdeka saja, tercatat dua kali renovasi, yang pertama pada tahun
                                                                                                                                                             pedagang dan masyarakat setempat.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                1962 dan berikutnya tahun 1997. Pada awal berdirinya, masjid ini

                                                                                                                                                                   Pada tahun 1883, Gunung Krakatau meletus, Lampung pun                                                                                                                        hanya mampu menampung 400 jamaah, setelah renovasi yang


                                                                                                                                                             dilanda bencana dan surau yang sederhana itu pun rusak berat.                                                                                                                      dilakukan pada tahun 1962 dengan menambahkan serambi selatan,



                                                                                                                                                             Lima tahun kemudian tepatnya pada tahun 1888, Daeng Sawijaya                                                                                                                       utara dan t mur, mampu menampung labih dari 2000 jamaah.



                                                                                                                                                             bersama-sama dengan para saudagar dari Palembang, Banten dan
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Masjid Jami’ al-Anwar memiliki banyak peninggalan kuno, di
                                                                                                                                                             Bugis membangun kembali surau yang telah hancur itu. Mereka pun
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                antaranya dua buah meriam peninggalan Portugis, kitab tafsir
                                                                                                                                                             berhasil membangun masjid yang lebih permanen dan diberi nama

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                al-Quran yang sudah berusia lebih dari satu setengah abad, 200
                                                                                                                                                             Masjid Jami’ al-Anwar.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                buku agama Islam dan gentong air keramat. Gentong ini dianggap

                                                                                                                                                                   Bangunan Masjid Jami’ al-Anwar berukuran 30 x 35 meter,                                                                                                                      keramat karena dulu digunakan oleh para ulama saat berbuka


                                                                                                                                                             bangunan utamanya ditopang enam saka guru berdiameter 87 cm,                                                                                                                       puasa. Peninggalan keramat lainnya adalah sumur tua di belakang



                                                                                                                                                             t nggi sekitar 8 meter. Tiang yang berjumlah enam buah merupakan                                                                                                                   masjid yang disebut Sumur Seribu Doa. Konon, sumur ini belum


                                                                                                                                                             simbol dari rukun iman. Menurut kisah t ang tersebut dibangun                                                                                                                      pernah kering sejak pertama kali digali, dan diyakini, airnya dapat



                                                                                                                                                             tanpa menggunakan semen. Sebagai bahan perekat pasir, digunakan                                                                                                                    menyembuhkan berbagai macam penyakit. []


                                                                                                                                                             put h telur dan kapur, sementara atap masjid menggunakan genteng



                                                                                                                                                             dengan kubah yang terbuat dari logam dengan kemuncup berbentuk


                                                                                                                                                             bulan bintang.
   1